Saturday, October 26, 2019

Bunuh Diri akibat Dihujat di sosmed ~Pendapat dan Pengalaman Pribadi Tyana~

Aku masih mengerjakan sinopsis film Korea yang berjudul The Star next Door ketika aku melihat berita tentang seorang artis Korea yang bunuh diri, mungkin kamu juga sudah mengetahuinya. Artis itu bernama Sulli (Choi Jin Ri), mantan member f(x). Semula aku ingin memasukkan masalah ini dalam ulasan The Star Next Door karena 'nyambung' tapi tidak jadi karena takut kepanjangan. 

Akhirnya aku memutuskan untuk mengulas masalah ini secara terpisah dan aku memasukkan tulisanku ini dalam topik "Pendapat dan Pengalaman Pribadi Tyana". Ke depannya aku tak hanya akan membahas tentang sinopsis dan kesanku tentang sebuah film tapi aku juga ingin membuat tulisan tentang suatu hal atau kejadian yang kulihat atau kualami sendiri. 

Kadang bosan juga menulis sinopsis film terus (nonton filmnya dulu baru menulis sinopsisnya) dan menulis tentang pendapat dan pengalaman pribadi tentang suatu hal atau kejadian adalah caraku untuk mengurangi rasa bosan itu. Toh intinya sama saja yaitu berbagi kesan dan pengalaman tentang sesuatu. Hehehe...

Untuk edisi perdana ini, aku ingin membahas tentang fenomena artis Korea yang memilih jalan pintas dengan mengakhiri hidupnya sendiri. Di sini, aku bukan sok pintar atau sok ahli tapi semua yang kutulis berdasarkan pendapat pribadi. Aku sangat terbuka dengan kritik dan saran dari siapapun. Aku malah senang bila ada yang berkenan mengoreksi apa yang salah atau kurang dari tulisanku.

Sejujurnya, aku sendiri agak bingung dengan banyaknya artis Korea yang memilih mengakhiri hidupnya. Entah apa yang merasukimu...hingga kau tega mengakhiri hidupmu sendiri (seperti potongan lirik lagu yang lagi hits saat ini). Padahal kalau orang awam melihat mereka pasti akan iri. Para artis itu kaya dan terkenal, dipuja banyak orang tapi kok malah memilih bunuh diri untuk mengatasi masalah yang dihadapinya. Aku tak ingin ikutan 'menghakimi' para artis itu, aku hanya ingin mencoba memposisikan diriku sebagai mereka agar bisa ikut merasakan apa yang sebenarnya mereka rasakan.

Susahnya menjadi artis di Korea

Siapapun pasti tahu bila menjadi artis (entah penyanyi atau pemain film/drama) pasti susah dan butuh pengorbanan, harus merintis dari awal dan bila sudah sukses juga tak bisa nyantai karena harus tetap menjaga sikap dan perilaku agar tak merusak citranya dan menghancurkan apa yang sudah dirintisnya (karir dan nama baiknya). Tapi hal itu kurasa tak berlaku Korea. Mengapa? Hmmm...ada satu hal penting yang kurang, yaitu bila ingin jadi artis di Korea maka harus punya mental kuat (tahan banting) dan bermuka tembok alias cuek bebek terhadap komentar pedas dari netizen.

Woi, Tyana! mengapa kamu bisa ngomong begitu? Entahlah...tapi rasanya tuntutan di Korea sangat tinggi (banyak sekali peraturan yang harus dipatuhi oleh si artis bila tak ingin didepak agensi yang menaunginya) belum lagi para netizen sangat 'tega' terhadap artis yang dibencinya. 

Menurutku, para artis di Korea itu sangat total dan tak setengah-setengah bila ingin berkarir, contoh para artis itu biasanya sudah merintis karir sejak usia dini dan sebelum mulai debut sebagai penyanyi, mereka harus mengikuti training yang tak terbatas waktunya (bisa singkat tapi bisa juga sampai bertahun-tahun). Setiap hari harus terus latihan entah latihan akting atau latihan koreografi, pokoknya waktunya habis untuk latihan dan latihan. Seperti tahanan yang harus melakukan banyak hal secara terjadwal dan tak boleh enak-enakan.

Belum lagi larangan yang harus dipatuhi oleh si artis misalnya tak boleh berpacaran, harus menutup diri serapat mungkin bila ada di area publik agar tak ketahuan (mengenakan kacamata hitam, topi lebar dan syal)  atau tidak boleh mengumbar kehidupan pribadi di sosmed dan masih banyak lagi. 

Setahuku ada boyband yang baru debut tapi akhirnya harus bubar karena salah satu anggotanya ketahuan berpacaran. Kalau tak salah nama boyband-nya adalah 14U (salah satu anggotanya adalah cowok Indonesia bernama Loudi). Wah...kejam banget rasanya, masa satu orang yang bersalah tapi semuanya harus ikut bertanggungjawab. Seharusnya kan hanya satu orang saja yang dikeluarkan dan yang lain tetap lanjut. Tapi yah, aku ga tahu juga mungkin sejak awal mereka sudah tandatangan kontrak yang salah satu isinya harus bubar bila salah satu anggotanya ketahuan berpacaran. Entahlah, tapi sayang aja udah kerja keras dan mulai debut tapi akhirnya harus bubar.

Semua usaha dan latihan rela dilakukan para artis itu demi kesempurnaan penampilan dan agar bisa bertahan lama di dunia hiburan. Tapi nyatanya usaha untuk bisa sempurna kadang masih terasa 'kurang' di mata para netizen (terutama haters). Mereka bisa memuji setinggi langit tapi juga tak segan menghujat habis-habisan artis yang dibencinya atau artis yang dianggap telah melakukan kesalahan atau memiliki masa lalu yang buruk. Para netizen seolah menjadi momok yang menakutkan bagi para artis Korea yang bermental rapuh dan mudah diintimidasi.

Sudah menjadi hal biasa bila di Korea ada sebutan reporter nekat, penguntit (stalker) dan fans fanatik yang kadang cenderung nekat disebut 'sasaeng'. Istilah 'sasaeng' berasal dari Bahasa Korea, yaitu sa (pribadi) dan saeng (kehidupan). Artinya adalah orang yang suka menganggu kehidupan pribadi. Belum lagi anti-fans atau haters yang siap mencari kelemahan si artis agar bisa dijadikan bahan ejekan di sosmed. 

Jadi, bila si artis tak bermental kuat pasti akan tumbang karena tekanan tak hanya datang dari dalam (agensi yang melarang ini itu) tapi juga tekanan dari luar (stalker, sasaeng dan haters).

Sangat berbeda dengan di Indonesia, para artis justru rajin membuat vlog yang sengaja menggambarkan kehidupan pribadinya secara gamblang misalnya tentang isi rumahnya, keluarganya atau kegiatan sehari-harinya. Artis Indonesia malah senang bila para penggemar tahu semua tentang dirinya karena itu berarti adanya kedekatan antara dirinya dan penggemar. 

Paling hanya ada satu dua orang yang 'nyinyir' melihat tingkah si artis yang dianggapnya lebay tapi tak pernah ada kejadian yang aneh atau diluar batas. Mungkin orang sudah biasa dan tak merasa aneh atau malah sudah bosan dan muak melihat para artis yang suka pamer kehidupan pribadinya. Belum lagi, semua stasiun TV pasti memiliki acara yang khusus membahas tentang dunia selebriti. Jadi masyarakat tak perlu menjadi penguntit hanya demi mendapatkan berita dari artis idolanya, cukup duduk manis di depan tv saja. 

Kesepian adalah hal yang menakutkan bagi siapapun

Manusia adalah makhluk sosial dan tak mungkin bisa hidup sendirian. Manusia butuh orang lain untuk berkomunikasi salah satu caranya adalah dengan ngobrol. Hal yang sangat wajar saat berkumpul dengan orang lain, baik yang sudah dikenal atau belum maka timbul niat untuk ngobrol. Misalnya antrian menukar uang baru untuk Lebaran. Pasti ada satu dua orang yang asyik ngobrol walaupun belum saling kenal. Atau saat para ibu menjemput anaknya sekolah pasti ada yang menunggu waktu sambil ngobrol dengan yang lain.

Di Indonesia biasanya ART akan tinggal bersama majikannya entah di rumah atau apartemen. Jadi ART bisa dianggap sebagai orang terdekat selain keluarga dan bisa diajak sebagai teman ngobrol. Berbeda di Korea, ART biasanya hanya datang di jam tertentu sehingga rumah atau apartemen hanya dihuni oleh penghuni asli. Entahlah mungkin ART yang ikut tinggal serumah itu biayanya lebih mahal atau mungkin memang sudah peraturannya bila ART hanya datang di jam tertentu saja. Di beberapa drakor yang aku tonton juga jarang bahkan tak ada yang menggambarkan ART yang ikut serumah dengan majikannya. Rata-rata orang Korea hanya tinggal sendiri atau dengan keluarga saja walaupun rumahnya sebesar istana. Wuih...

Mengapa aku tiba-tiba membahas ART? Karena hal ini ada hubungannya dengan artis Korea. Seorang artis terutama yang masih single pasti akan tinggal sendirian walaupun rumahnya besar atau apartemennya mewah. Di luar rumah, bisa saja si artis tak kesepian karena ada orang-orang di sekitarnya (manajer, asisten, dll) tapi bila sudah pulang ke rumah maka si artis akan sendirian. Tak ada teman ngobrol padahal ngobrol adalah salah satu kebutuhan manusia untuk mengungkapkan apa saja yang dirasakannya entah suka atau duka. 

Mungkin alasan lainnya mengapa si artis sengaja tak memiliki ART adalah demi keamanan dan kenyamanan si artis sendiri. Semakin sedikit orang yang tahu tentang kehidupan pribadi si artis maka akan lebih baik. Istilahnya menghindari 'mulut ember' yang akan mengumbar jati diri si artis ke ranah publik.

Sekali lagi, berbeda dengan di Indonesia. Para artis Indonesia pasti mempunyai ART bahkan jumlahnya mungkin ada yang lebih dari 2 orang. ART bukan hanya berperan sebagai pembantu tapi juga bisa sebagai teman bicara dan kadang dianggap sebagai keluarga sendiri karena telah bekerja dalam waktu lama. Adanya kedekatan emosional antara ART dengan majikan bisa membuat keduanya saling terbuka dan percaya sehingga tak ragu untuk berbagi cerita walaupun dalam batas tertentu. 

ART akan merasa dihargai bila majikannya perhatian dan sebagai balasannya ART akan menghormati dan menjaga majikannya. Sebaliknya majikan akan senang bila memiliki ART yang loyal dan setia padanya, sebagai balasannya majikan akan memperlakukan ART sebagai rekan atau keluarga bukan sebagai bawahan. Contohnya, tidak sedikit ART artis Indonesia yang ikut-ikutan terkenal atau diajak jalan-jalan ke luar negeri oleh si artis. Si artis tak menganggap ART sebagai bawahan tapi bagian dari keluarganya.

Coba kalau artis Korea meniru artis Indonesia pastinya hidup mereka lebih berwarna. Di rumah pasti tak akan kesepian dan yang terpenting akan ada seseorang yang 'mengawasi' dan 'mengingatkan' bila si artis sedang galau dan butuh teman bicara. Kurasa justru peran ART di Korea sangat penting. Mengapa? Di luar rumah, si artis dituntut untuk selalu tampil 'sempurna' agar tak dihujat publik maka di rumah adalah saatnya si artis menjadi dirinya sendiri dan tak perlu mengenakan 'topeng'. Bila tak ingin mempunyai ART kan si artis bisa mengajak keluarganya (orangtua atau saudara) untuk tinggal bersamanya, yang penting si artis tak tinggal sendirian di rumah. 

Contoh sederhana bila ada seseorang di rumah entah ART atau anggota keluarga. Bila kita pulang setidaknya ada yang menyambut dan bila ada kejadian di luar rumah yang tak menyenangkan maka kita bisa sedikit curhat untuk mengurangi rasa stress. Misalnya, di luar sedang panas atau sempat terjebak macet. Maka kita bisa menggunakan hal itu sebagai bahan obrolan dengan orang rumah. Biasanya orang rumah akan menanggapi hal itu dan terjadilah obrolan. Jangan salah, dengan ngobrol ringan dan santai maka hal itu bisa dianggap sebagai terapi ringan untuk mengurangi rasa penat atau stress. Coba kalau kita tinggal sendirian di rumah, maka apapun yang terjadi di luar rumah ya harus dipendam sendiri karena tak punya teman ngobrol di rumah.

Mungkin sudah menjadi budaya di Korea bila seseorang sudah mapan maka harus mandiri termasuk hidup sendiri. Keputusan untuk mandiri memang bagus tapi ya itu tadi hidup sendirian itu tidak sangat tidak enak. Aku saja kalau kebetulan harus tinggal sendirian di rumah pasti bawaannya bingung dan tak tahu harus ngapain. Memang sih aku bisa nonton tv atau nonton film atau ngapain aja tapi kalau tak ada orang lain itu rasanya tak enak. Bukannya aku takut sendirian tapi rasanya aneh aja kalau sendirian. Walaupun di rumah banyak orang dan punya kegiatan sendiri-sendiri tapi ada rasa aman dan nyaman bila ada orang lain di rumah.

Sosmed bukan teman yang baik

Saat ini siapapun pasti memiliki akun sosmed begitu pula dengan para artis. Sosmed bisa menjadi penghubung antara si artis dengan penggemarnya. Dalam hubungan yang sehat, akan ada interaksi yang saling menguntungkan antara si artis dengan penggemar. Keduanya tahu posisi masing-masing dan tak akan melanggar batas. Contohnya, si penggemar bisa mengungkapkan perasaannya (rasa suka atau kritikan) pada si artis dengan bahasa yang sopan dan si artis akan menanggapinya dengan tetap bersikap ramah dan bersahabat (walaupun ada rasa kesal karena dikritik) sehingga si penggemar akan lebih menghormati si artis karena ternyata si artis tetap bersikap ramah walaupun dikritik.

Pengguna sosmed biasanya disebut netizen (berasal dari kata internet dan citizen) atau dalam Bahasa Indonesia bisa disebut sebagai warganet. Tak bisa dipungkiri bila sekarang sosmed ibarat kebutuhan utama bagi siapapun baik tua muda, pria wanita. Orang dengan mudah menulis atau membaca berita apapun di sosmed. Kapanpun dan dimanapun kita bisa dengan mudah mendapatkan berita apapun yang diinginkan. Sayangnya berbagai kemudahan ini tak selalu membawa dampak positif justru kadang lebih banyak menimbulkan masalah. 

Orang dengan mudah bisa tertipu dengan berita bohong, palsu atau hoaks. Orang selalu ingin berlomba untuk menjadi yang pertama menyebarkan berita yang didengar atau diketahuinya tanpa perduli untuk mencerna dan menyeleksi dulu apakah berita itu benar atau tidak, yang penting posting dulu masalah berita itu benar atau tidak itu urusan belakangan.

Nah, ada hubungan yang erat antara sosmed, netizen dan artis khususnya artis Korea. Kalau boleh jujur, netizen (terutama haters) Korea itu 'sangat' kejam terhadap artis dari negaranya sendiri. Mengapa? Para netizen tak segan untuk menulis apapun tentang artis yang dibencinya. Rasanya ada saja yang salah dengan apa yang dikenakan atau dilakukan si artis sehingga netizen tak lelah untuk mencela dan mengolok bahkan menghujatnya.

Contohnya, beberapa waktu yang lalu Lisa Blackpink juga tak luput dari sasaran netizen. Mereka tak henti mengejek dan menghujat Lisa gara-gara Lisa bukan orang asli Korea tapi Thailand. Saat itu, apapun yang dilakukan dan dikenakan Lisa pasti akan dikomentari secara pedas. Entah apa yang ada di benak mereka, netizen itu seolah tak punya pekerjaan sehingga waktunya dihabiskan untuk 'menghujat' orang lain padahal belum tentu mereka lebih baik dari artis yang dihujatnya.

Bila di dunia nyata ada 'sasaeng' maka di dunia maya ada 'netizen'. Kehadiran keduanya sangat merepotkan dan membahayakan bagi si artis terutama netizen. Bila 'sasaeng' cenderung menyakiti diri sendiri dan tak ragu menunjukkan jati dirinya karena tujuannya agar si artis tahu dan mengingat siapa dirinya maka berbeda dengan netizen. Siapa yang tahu identitas mereka? Apakah mereka itu benar-benar haters atau lovers yang kecewa dengan artis idolanya? Rasanya tak jelas tapi justru karena 'wujud' mereka yang tak jelas tapi tindakan mereka 'jauh' lebih pedas dan hasilnya lebih nyata. Artis yang dihujat menjadi depresi, stress dan akhirnya ada yang memilih untuk bunuh diri. 

Kadang aku ingin sekali menjadi detektif yang menyelidiki kasus seperti ini. Aku ingin sekali menangkap para netizen 'nakal' itu. Aku sangat penasaran dan ingin bertanya pada mereka, apa sih tujuan mereka menghujat artis yang dibencinya? Apakah ada dendam pribadi atau hanya iseng saja? Trus setelah tahu bila artis yang dibencinya akhirnya bunuh diri, apakah mereka merasa PUAS? Apakah ada rasa bangga di hati mereka karena bisa 'membunuh' seseorang dan berniat mencari korban yang lain lagi? Iiiihh...gemas banget aku!!!

Seperti yang dialami artis Sulli, kabarnya dia bunuh diri akibat tak tahan dengan komentar 'nyinyir' dari netizen. Jujur aku menjadi miris ketika melihat postingan Sulli, dia sempat mengeluh dan meminta netizen untuk menunjukkan satu saja kesalahannya hingga dirinya layak untuk dihujat. Aku mencoba membayangkan bila aku yang ada di posisi Sulli. Pasti aku akan bingung dan tak tahu harus berbuat apa, rasanya pikiran menjadi buntu. Mau marah tapi marah pada siapa? Lha netizen itu tak berwujud seperti hantu, tak terlihat tapi sangat menganggu.

Beda bila di dunia nyata, saat kita dihujat atau dicela seseorang mungkin kita bisa langsung mendatangi orang itu dan bertanya apa maunya. Kalau perlu bertengkar atau saling jambak ya tak apa untuk mengeluarkan rasa marah tapi setelah itu selesai dan mungkin bisa berdamai lalu berteman. Lha kalau di dunia maya? Apakah kita bisa melakukan hal yang sama? Tak bisa! Karena kita tak tahu siapa netizen itu, siapapun bisa menjadi netizen. Bisa lawan tapi bisa juga kawan yang diam-diam membenci kita.

Balik ke masalah Sulli. Di luar, mungkin Sulli masih bisa cuek dan bersikap biasa sehingga orang disekitarnya menganggap bila Sulli tak terpengaruh tapi pastinya Sulli terpengaruh hanya tak ingin menunjukkannya secara terang-terangan. Menggunakan 'topeng' atau selalu 'berpura-pura' terlihat baik padahal tidak itu sangat berat lho! Contoh sederhananya, kita tak bisa pura-pura tersenyum bila sedang dicubit pasti akan ada ekspresi 'meringis' atau menahan sakit walaupun hanya samar.

Sulli mungkin bisa bersikap tegar bila ada orang lain disekitarnya tapi saat di rumah maka dia akan menjadi dirinya yang sebenarnya apalagi bila di rumah tak ada siapapun yang menemaninya maka yang bisa dilakukannya adalah membuka ponsel dan membaca atau membalas komentar dari netizen. Hal itu justru membuat dirinya kian rapuh dan netizen justru makin gencar menghujatnya karena melihat sisinya yang lemah. Berbeda bila ada seseorang di rumah mungkin Sulli bisa mengalihkan perhatiannya dan tak perlu membuka ponsel.

Sekali lagi, berbeda dengan di Indonesia. Ada kecenderung bila seorang artis ingin cepat terkenal maka mereka sengaja membuat sensasi atau skandal. Netizen yang kesal akan menghujatnya tapi bukannya marah, artis itu justru kian senang. Mengapa? Ketika netizen ramai-ramai menghujatnya maka kian banyak orang yang penasaran dan ujung-ujungnya si artis menjadi kaya mendadak karena sering tampil di stasiun TV. Sekejam-kejamnya netizen Indonesia tapi mereka malah bisa membuat si artis yang dibenci menjadi kian terkenal dan tajir. Makanya artis yang dihujat malah berterima kasih dengan netizen.

Bunuh diri bukan solusi terbaik

Bila mendengar kata bunuh diri aku jadi ingat dengan nasihat dari guru sekolahku dulu. Beliau adalah guru matematika bernama Wiratno (namanya hampir mirip dengan mantan Menkopolhukam Wiranto). Guruku itu sudah tua, berambut agak gondrong, berkumis tebal seperti Pak Raden dan suka sekali merokok di kelas. Bagiku, beliau itu cukup ramah tapi bagi teman-temanku beliau itu sadis dan killer. Waktu itu ada kejadian, seorang siswa SMP bunuh diri (siswa sekolah lain) gara-gara putus cinta dan meninggalkan surat wasiat. Berita itu sangat heboh sehingga para guru merasa perlu untuk menasihati siswanya agar kejadian itu tak terulang.

Di sela waktu mengajar, Pak Wiratno menasihati kami, nasihatnya sedikit vulgar dan kami sekelas kompak tertawa, ada yang malu tapi ada yang penasaran. Beliau tak marah tapi malah mengatakan bila kelak kami pasti akan selalu mengingat nasihat ini dan ternyata benar, sampai sekarang aku masih ingat, hehehe...

Inti dari nasihat beliau adalah setiap manusia yang terlahir (ada di bumi) adalah pemenang bukan pecundang. Mengapa? Sebelum terlahir maka manusia harus melalui 2 ujian yang berat dan atas seizin Allah akhirnya manusia bisa lahir berwujud bayi mungil. Apa ujian yang harus dilalui manusia? Pertama, saat pembuahan. Tak terhitung berapa jumlah sperma ayah yang harus dikeluarkan untuk membuahi satu sel telur ibu (berapa kali orangtua kita harus berhubungan badan agar bisa terjadi kehamilan). Dari sekian banyak sperma itu maka hanya SATU yang akhirnya berhasil membuahi sel telur ibu hingga akhirnya membuat ibu mengandung (hamil). Ujian kedua, kehamilan. Masa kehamilan manusia umumnya adalah 9 bulan (bisa kurang yang disebut prematur). Dalam masa 9 bulan dalam kandungan ibu, apapun bisa terjadi pada janin (calon bayi). Kadang ada janin yang harus gugur sebelum waktunya tapi ada juga janin yang berhasil melewati masa 9 bulan dan akhirnya bisa terlahir sebagai bayi mungil. Tangisan bayi yang baru lahir bisa diartikan sebagai 'aku adalah pemenang'. Jadi, kesimpulannya adalah kita lahir sebagai pemenang maka matipun harus sebagai pemenang (jangan mendahului takdir).

Pak Wiratno menjelaskan bila apapun masalah yang dihadapi pasti ada solusi asal mau mencarinya. Tak bisa mengatasi sendiri maka harus mencari bantuan orang lain dan tak perlu malu bila memang tak bisa mengatasi sendiri. Menunjukkan kelemahan bukan berarti kalah tapi itu artinya kita sebagai manusia yang normal kadang bisa kuat menghadapi cobaan tapi kadang merasa lemah dan butuh pertolongan orang lain. Dengan nada bercanda Beliau menganjurkan agar kami tak ragu untuk minta bantuan Guru BP. "Kalau kalian ada masalah maka datanglah ke Guru BP, jangan buat Guru BP makan gaji buta karena tak ada kerjaan!" Wkwkwk...kalau dipikir, memang benar juga sih. Guru BP biasanya lebih banyak nganggurnya dan kadang membantu guru lain untuk mengoreksi tugas siswa. 

Mungkin ada yang bilang kalau ngomong memang mudah (bunuh diri bukan solusi terbaik) karena tak mengalaminya sendiri. Coba kalau merasakannya sendiri pasti akan beda pendapatnya. Iya juga sih, tapi kita tak boleh menyalahi kodrat juga. Manusia kan ditakdirkan sebagai makhluk sosial jadi bila kita sedang bermasalah maka ceritakan pada seseorang yang dipercaya. Mungkin dengan bercerita saja tak akan menyelesaikan masalah tapi setidaknya akan ada sedikit rasa lega setelah curhat pada orang lain. Syukur-syukur bila orang yang kita curhati bisa memberi solusi.

Lagipula, bunuh diri itu justru merugikan diri sendiri dan tak ada pengaruhnya bagi orang lain. Mengapa? Misalnya bunuh diri karena putus cinta dan meninggalkan surat wasiat. Mungkin si korban ingin mencari 'perhatian' dari mantannya agar merasa menyesal telah memutuskannya. Tapi apakah si mantan akan benar-benar menyesal? Pasti menyesal tapi mungkin rasa sesal itu hanya sedikit dan lebih banyak rasa kasihan atau prihatin karena si korban ternyata bermental tipis. Bagi orangtua, pasti ada kesedihan tapi hidup harus terus berjalan dan akhirnya orangtua berusaha menerima kenyataan bila anaknya telah meninggal karena bunuh diri. Dan si mantan mungkin akhirnya juga menemukan seseorang yang mencintainya. Nah, si korban yang bunuh diri itu dapat apa???

Setiap makhluk yang bernyawa termasuk manusia pasti akan mati tapi tak tahu kapan, dimana dan bagaimana. Aku ingin menggambarkan contoh yang mudah-mudahan bisa dimengerti. Ibaratnya setiap manusia pasti akan pergi berwisata ke tempat yang bernama keabadian (mati) hanya saja kita tak tahu kapan waktunya, berangkat darimana dan akan naik apa. Si A dijadwalkan akan berangkat 2 tahun lagi dengan naik pesawat dari bandara tapi Si A tak sabar, dia beralasan bila tak betah di rumah dan ingin segera pergi. Akhirnya Si A nekat pergi dengan naik angkutan seadanya. Nah apa yang terjadi dengan Si A? Pintu masuk ke tempat wisata itu jelas belum terbuka untuknya karena baru terbuka 2 tahun lagi. Mau kembali ke rumah, jelas tak bisa karena tak ada angkutan untuk pulang. Apakah Si A menyesal? Mungkin iya tapi yang bisa dilakukannya hanya menunggu 2 tahun lagi. Masalahnya, dimana tempat Si A menunggu? Entahlah... 

Aku tak bermaksud menggurui siapapun apalagi sok pintar tapi aku hanya ingin mengingatkan semuanya (terutama diriku sendiri), janganlah berpikiran sempit. Bunuh diri bukan solusi dan tak menyelesaikan masalah. Yang terpenting, bunuh diri hanya akan merugikan diri sendiri dan tak ada hubungannya dengan orang lain. Bila kamu saat ini sedang dihujat atau diintimidasi orang lain terutama di sosmed maka lawanlah! Tunjukkan pada mereka bila kamu bukan termasuk orang yang lemah. Mintalah dukungan orang lain terutama keluarga agar kamu bisa kuat dan tegar.

Hikmah yang bisa diambil dari kejadian ini :

Siapapun baik orang biasa maupun artis sekalipun pasti pernah memiliki masalah, entah masalah kecil yang bisa langsung diselesaikan atau masalah besar dan rumit yang tak mudah dipecahkan sehingga membutuhkan bantuan orang lain. Tak perlu ragu minta bantuan pada orang yang bisa dipercaya bila kita memang tak mampu mencari solusi. Bila ada masalah maka bicaralah, jangan dipendam! Jangan curhat di sosmed tapi bicarakan dengan seseorang, bisa teman atau sahabat, bisa dengan keluarga (ayah, ibu atau saudara).

Bercermin pada masalah yang dialami Sulli. Sulli mungkin sudah 'berteriak' minta tolong tapi sayangnya tak ada yang bisa 'mendengar' teriakannya. Mengapa? Karena tak ada seseorang yang benar-benar dekat dan melihat keadaan dirinya yang sebenarnya. Memang ada manajer yang selalu ada didekatnya tapi mungkin hubungan mereka hanya sebatas rekan kerja. Mungkin ada para sahabat tapi mereka juga tak mungkin memantau kondisi Sulli setiap saat karena mereka juga punya kesibukan sendiri.

Sulli bukan seseorang yang lemah, buktinya dia berani menyuarakan apa yang dirasakannya. Cuman di saat sendiri, dia tak punya seseorang yang benar-benar mendukungnya karena saat di rumah tak ada siapapun yang bisa diajaknya berbagi cerita. Di luar Sulli memang tampak tegar tapi nyatanya Sulli memiliki akun instagram pribadi yang hanya diketahui para sahabatnya. Dalam akun itulah Sulli kerap curhat, sayangnya curhat di sosmed dan curhat dengan seseorang yang ada dihadapan kita itu sangat jauh berbeda. 

Bila curhat secara langsung (berhadapan) kita bisa melihat ekspresi orang yang curhat itu, bisa saja dia mengatakan 'aku tak apa-apa' tapi nyatanya malah menunduk atau meneteskan airmata. Itu bisa diartikan bila orang itu masih memiliki ganjalan dalam hatinya sehingga kita bisa bertanya lebih mendalam tentang apa yang dirasakannya dan mungkin orang itu akan menceritakan yang sebenarnya. Berbeda bila curhat di medsos, kita tak bisa menebak ekpresinya dan hanya bisa melihat apa yang ditulisnya tanpa tahu apa yang sebenarnya dia rasakan. Lagipula, curhat di sosmed kan tak mungkin cerita panjang lebar seperti bila bertemu secara langsung.

Yang terpenting, memberi dukungan itu tak melulu harus dengan kata-kata saja. Dengan perlakuan atau tingkah laku justru lebih ampuh. Misalnya saat kita mendengar seorang teman atau sahabat yang sedang curhat, mungkin dia sangat ingin bercerita tapi tak tahu harus mulai dari mana maka kita bisa mengenggam tangannya dengan lembut sambil mengatakan "Kamu bisa mulai cerita dari mana saja!" Atau saat dia sudah selesai bercerita dan ingin menangis tapi malu maka kita bisa memeluknya untuk memberi rasa aman dan dukungan mungkin setelah itu dia akan menangis sejadinya untuk melepaskan segala beban batinnya.

Balik ke kasus Sulli, nyatanya para sahabat Sulli mengaku 'kecolongan' setelah mendengar kabar Sulli meninggal akibat bunuh diri. Mengapa mereka merasa 'kecolongan'? Para sahabat itu melihat bila akhir-akhir ini Sulli tak lagi menulis (curhat) tentang hujatan netizen di instagram pribadinya. Mereka mengira Sulli sudah bisa mengatasi rasa depresi akibat tekanan netizen tapi ternyata dugaan mereka keliru dan akhirnya Sulli memilih mengakhiri hidupnya.

Mungkin saja Sulli malu atau sungkan karena terus-terusan curhat makanya dia menahan diri dan para sahabat mengira Sulli baik-baik saja karena tak pernah curhat lagi. Di sini, peran sahabat atau teman di dunia nyata sangat dibutuhkan Sulli. Teman atau sahabat dunia nyata bisa melihat kondisi Sulli yang sebenarnya. Tak pernah curhat belum tentu baik-baik saja mungkin keadaan justru lebih buruk tapi tak ada seorangpun yang tahu. Seandainya ada seseorang yang menemani Sulli di saat dirinya sedang galau berat mungkin sampai sekarang Sulli masih hidup dan sehat tak kurang suatu apapun. 

Manajer mengaku bila sebelumnya masih sempat berbicara dengan Sulli tapi ya itu tadi, mungkin hubungan mereka hanya sebatas rekan kerja sehingga tak ada yang mencegah perbuatan nekat Sulli. Bahkan ada yang sempat mencurigai bila si manajer mungkin mengatakan sesuatu sehingga membuat Sulli kian nekat. Entahlah...semua sudah terjadi, yang bisa dilakukan hanya berdoa agar Sulli mendapatkan apa yang diinginkan di alam keabadian. 

Komentarku :

Bila kamu atau aku sendiri termasuk netizen (warganet) maka jadilah netizen yang baik dan sopan. Gunakan sosmed dengan bijak, memang kita bebas dan boleh menulis apa saja di sosmed tapi ingat, kebebasan itu tidak mutlak karena ada aturan dan norma yang mengikat kebebasan itu sendiri. Bila hal itu dilanggar maka bersiaplah untuk berurusan dengan pihak berwajib karena kini ada UU yang bisa menjerat seseorang yang dianggap merugikan orang lain lewat sosmed.

Bila kamu memang tak suka dengan seseorang atau siapapun maka tak perlu mengumbar kebencian itu di sosmed. Apa gunanya? Kalau memang tak suka ya temui orangnya secara langsung dan katakan apa yang tak kamu sukai dari orang itu (bila kamu mengenal orang itu). Kurasa hal itu jauh lebih keren daripada menghujat dan memaki di sosmed tapi setelah ketahuan dan 'diciduk' mendadak menjadi ciut nyalinya dan mengemis minta maaf hingga mengaku khilaf.

Jujur, aku sendiri tak habis pikir mengapa kini banyak sekali orang 'nyinyir' di sosmed. Apa mungkin karena kini semua serba canggih sehingga orang-orang itu memiliki banyak waktu luang makanya suka sekali menulis hal-hal yang norak dan tak perlu di sosmed. Entahlah...

Oh ya, aku juga bingung dengan keadaan di Korea. Sudah banyak sekali kasus netizen 'nyinyir' yang menghujat artis yang dibencinya tapi mengapa si artis diam saja? Mengapa tak melapor ke pihak berwajib? Apakah disana tak ada UU yang bisa menjerat netizen 'nakal'? Entahlah... apa mungkin si artis sengaja diam dan tak ingin memperpanjang masalah karena bila 'melawan' maka akan kian dihujat? Kalau memang begitu maka pantas saja bila netizen Korea 'sangat' berkuasa dan tak takut untuk 'menghujat' siapapun yang dibencinya. 

Syukurlah di Indonesia kini sudah ada UU yang bisa menjerat netizen 'nyinyir'. Hal ini bisa membuat seseorang lebih berhati-hati bila ingin mengomentari sesuatu. Sayangnya ada saja netizen yang 'khilaf' dan 'keceplosan' menulis komentar 'nyinyir' tentang sesuatu atau kejadian. Dan akibatnya mereka akan 'diciduk' dan akhirnya dibui. Bila dulu ada pepatah 'Mulutmu harimaumu' maka sekarang yang marak adalah 'Jarimu harimaumu'.  Kini jari ternyata lebih berbahaya daripada mulut, hufff....

Menghujat atau mencela seseorang itu sama saja dengan 'menunjuk' orang itu. Padahal kalau kita paham 'arti' menunjuk itu pasti kita tak akan berani sembarangan menunjuk orang lagi. Apa sebenarnya 'arti' menunjuk itu? Coba kamu praktekkan cara menunjuk sesuatu atau seseorang. Pasti yang kamu lakukan adalah mengarahkan jari telunjuk dan jempol kearah sesuatu atau seseorang sedangkan jari tengah, manis dan kelingking kamu akan ditekuk. Iya kan? Kalau benar, itu artinya 2 jari kamu arahkan kepada sesuatu atau seseorang sedangkan 3 jari yang lain kamu arahkan kepada dirimu sendiri. JADI, sebelum kamu menghujat atau mencela orang lain lebih baik kamu 'bercermin' (introspeksi diri) dulu, apakah kamu lebih baik dari orang yang kamu cela??? Kalau tidak, ya lebih baik diam atau kalau 'gatal' ingin berkomentar maka berkomentar dalam hati saja.

Semoga ke depan tak ada lagi kasus bunuh diri gara-gara dihujat atau dicela di sosmed. Kalau kamu orang yang tak tahan bila dicela maka tak usah bermain sosmed. Yakinlah bila dunia nyata jauh lebih indah dan menyenangkan daripada dunia maya. Sekian dulu tulisan perdanaku yang membahas kasus bunuh diri akibat dihujat netizen. Aku tunggu komentar kamu, apakah tulisanku bermanfaat atau malah terkesan sok tahu dan menggurui? Kasih pendapatmu ya....








































































Review Film Menarik Lainnya

0 comments:

Post a Comment