Saturday, November 3, 2018

April Bride ~Film Jepang~

April Bride adalah film Jepang tahun 2009 yang disutradarai oleh Ryuichi Hiroki. Film yang diadaptasi dari kisah nyata ini menceritakan perjuangan Chie Nagashima dalam melawan penyakit kanker payudara dan kesetiaan suaminya, Taro Akasu dalam merawat dan mencintai Chie dengan setulus hati hingga akhir hayat istrinya.


Para pemain : 

Nana Eikura sebagai Chie Nagashima
Eita sebagai Taro Akasu
Akira Emoto sebagai Sadashi Nagashima
Satomi Tezuka sebagai Kayoko
Misako Yasuda sebagai Hanako
Ren Osugi sebagai Toshiro Akasu
Sanae Miyata sebagai ibunya Taro
Kanji Tsuda sebagai Okada
Tomorowo Taguchi sebagai Okuno
Misa Uehara sebagai Satomi

Sinopsis lengkap :


Pertemuan Chie dengan Taro di mulai dari ketidaksengajaan, akibatnya mereka sama-sama dimarahi oleh atasan masing-masing. Mereka tampak canggung ketika bertemu lagi sepulang kerja. Taro tersenyum malu ketika Chie mengangguk dan menawarinya untuk duduk di sebelahnya dalam bis. Keduanya sama-sama tersipu dan sejak itu mereka kian sering bertemu.


Suatu hari mereka janjian untuk berkencan dan Taro mendapati Chie sedang mengamati sebuah cincin yang dipajang di etalase toko. Chie malu dan mengajak Taro pergi tapi Taro menatap cincin itu dengan serius seolah ingin mengingatnya. Mereka pergi ke Sea World dan bersenang-senang sambil mengagumi koleksi ikan yang ada di sana. 


Saat sedang beristirahat sambil minum jus, Taro mengajak Chie untuk menjalin hubungan yang lebih serius tapi Chie ragu. Taro menduga Chie sudah punya kekasih tapi Chie masih enggan terus terang. Taro mengakui kalau dirinya sangat menyukai Chie dan berharap Chie mau menjadi pacarnya. Chie hanya diam seolah bimbang dengan keputusan yang akan diambilnya.


Sepulang kerja, Chie mampir ke supermarket untuk belanja karena Taro mengeluh dirinya kelaparan. Chie akhirnya pergi ke apartemen Taro dan memasak untuk makan mereka berdua. Taro begitu menikmati dan memuji masakan Chie karena biasanya hanya makan seadanya. Taro juga bercerita tentang sesuatu yang membuat Chie ingin pergi ke sana dan mencobanya sendiri.


Suatu malam, Chie dan Taro pergi menyusuri kota dengan bersepeda. Ternyata mereka pergi ke club untuk bertemu dengan para sahabat Chie. Chie ingin mengenalkan Taro pada mereka dan merka menyambut Taro dengan hangat dan ramah. Hubungan Chie dan Taro kian dekat dan mesra.


Ketika sedang liburan di taman, Taro bertanya apakah Chie suka pergi ke gunung atau laut dan Chie menjawab kalau dia ingin ke gunung karena dia tumbuh besar di dekat laut. Taro bertanya apakah sebaiknya dirinya mengunjungi keluarga Chie? Chie menjawab singkat kalau nanti dirinya akan menelepon orang rumah. Chie seolah ingin menghindar dan mengajak Taro bermain. Taro membujuk Chie kalau dirinya ingin bertemu dengan ayah Chie dan Chie tak keberatan.


Mereka akhirnya pergi mengunjungi ayah Chie tapi sepertinya ayah Chie tak terlalu menyukainya ketika Chie mengatakan bahwa Taro adalah kekasihnya. Ayah pura-pura sibuk sendiri dan tak menghiraukan Taro yang datang karena ingin menemuinya. Entah apa yang membuat ayah tak menyukai Taro.


Saat makan bersama, Chie mengatakan kalau Taro minum sebaiknya mereka menginap saja dan ketika Taro minta izin, ayah hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun. Taro mencoba bersikap ramah dan bertanya apakah ayah adalah guru samisen? Chie membanggakan ayahnya dengan mengatakan bahwa ayahnya yang terbaik. Taro tertawa masam tapi ayah malah pergi dan mengatakan kalau dirinya tak sebagus itu. Taro bingung tapi Chie berusaha menenangkannya dan memintanya untuk makan saja.


Ternyata ayah memang tidak marah, ayah pergi untuk mengambil alat musiknya dan meminta Chie untuk bermain bersamanya. Jadilah ayah dan anak itu bermain musik hanya khusus untuk Taro. Taro tersenyum senang sekaligus lega karena dugaannya salah. Mungkin awalnya ayah ingin menjaga jarak tapi pada akhirnya hati ayah luluh juga.


Saat makan malam telah usai dan Chie sedang mencuci peralatan makan, ayah ngobrol dengan Taro. Ayah bertanya apakah Chie sudah menceritakan tentang ibunya pada Taro. Taro mengiyakan dan menjawab kalau ibu Chie sudah meninggal. Dengan berat hati, ayah mulai menceritakan tentang ibunya Chie dan penyakit yang diderita hingga membuatnya meninggal, yaitu penyakit kanker. Chie baru berusia 10 tahun ketika ibunya meninggal dan kenyataan itu sangat mempengaruhi kehidupannya.


Suatu malam, Chie batuk-batuk di kamar mandi membuat Taro khawatir tapi Chie mengatakan kalau dirinya baik-baik saja. Taro tidak ingin percaya apalagi setelah mendengar cerita ayah tapi Chie tidak mau jujur. Taro kembali mengutarakan niatnya untuk serius tapi Chie menjawab kalau kini dirinya bahagia.


Paginya, Taro yang bersiap berangkat kerja terkejut mendengar suara jeritan Chie dari kamar mandi tapi Chie kembali mengatakan kalau dirinya baik-baik saja. Taro terpaksa mengalah dan menjauh. Ketika Taro sudah pergi, Chie sedih melihat rambutnya yang rontok cukup banyak. Mereka bersiap berangkat kerja bersama tapi di depan pintu, Taro terkejut melihat rambut Chie yang menggumpal di ujungnya. Chie buru-buru mengambil dan menyembunyikannya dalam tas. 


Chie bergegas pergi tapi Taro mencegahnya, dia bertanya apa yang terjadi. Chie terpaksa menjelaskan bahwa rambutnya rontok akibat pengaruh obat. Taro tak mengerti dan Chie menambahkan bahwa dia melakukan kemo karena mengidap kanker payudara. Taro masih terdiam dan Chie melanjutkan bahwa sebaiknya hubungan mereka berakhir sampai disini saja. Chie buru-buru pergi tapi Taro menahan tangannya.


Taro shock dan bertanya kapan Chie mengetahui kondisinya. Chie hanya bisa menunduk dan menjelaskan kalau dia tahu setelah bertemu dengan Taro. Taro terus bertanya apakah ayahnya sudah tahu? Chie enggan memberitahunya karena tidak ingin membuat ayahnya sedih karena dulu ibunya juga meninggal akibat kanker. Chie mengaku kalau dirinya sangat menyukai Taro makanya dia minta maaf atas kejadian ini. Chie manahan tangis dan pamit.


Taro masih belum puas, dia mengejar Chie. Chie putus asa dan menceritakan bahwa dua hari sebelumnya dokter sudah mengatakan akan memotong payudaranya dan dia tidak punya pilihan lain. Taro menegaskan bahwa dia tidak akan meninggalkan Chie. Chie bersikeras untuk berpisah saja karena dia tak ingin menyesalinya walaupun Taro juga bersikeras akan tetap bersama Chie apapun yang terjadi.


Di dalam bis, mereka saling menjauh. Biasanya mereka duduk bersisian sambil bercanda tapi kini Chie duduk sendirian sementara Taro memilih berdiri, sesekali Taro melirik Chie yang seolah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Sepulang kerja, Taro mendapati apartemennya sudah kosong. Chie telah pergi meninggalkan secarik kertas berisi ucapan perpisahan.


Rupanya, Chie memutuskan untuk menjalani operasi dengan ditemani ayahnya. Chie yang baru selesai operasi berusaha menghibur ayahnya yang hanya diam melamun. Chie meyakinkan pada ayah bahwa dirinya baik-baik saja dan meminta ayah agar pulang dan beristirahat. Ayah mengalah dan pulang. 


Setelah ayahnya pulang, Chie bangun dan menatap bayangannya di cermin. Tanpa sadar, dia meraba salah satu dadanya yang kini sudah rata. Chie memberanikan diri membuka kancing piyamanya dan menatap pantulan dirinya di cermin. Perasaan Chie campur aduk antara sedih, kaget, takut dan tidak berani menerima kenyataan. Chie langsung mengancingkan kembali piyamanya dan duduk di ranjang dengan galau. Chie hanya bisa menangis sendirian.


Ayah sedang bersiap mengajak anjingnya jalan-jalan ketika Taro datang berkunjung dan akhirnya ayah mengajak Taro ikut serta. Ayah minta Taro untuk melupakan Chie karena itu yang terbaik tapi Taro menyatakan kalau dirinya serius. Taro terus membujuk ayah agar bersedia menceritakan keberadaan Chie tapi ayah menolak dengan alasan putrinya tidak ingin siapapun tahu. Tapi pada akhirnya ayah menyerah karena melihat ketulusan Taro.


Chie pergi sendirian menyusuri hutan dan berakhir di tepi pantai yang indah. Chie mencoba makan di restoran yang ada di tepi pantai dan memesan masakan kepala ikan tawar khas Yakushima. Chie memuji masakan itu dan pemilik restoran bertanya darimana asal Chie dan bagaimana dia tahu masakan kepala ikan tawar? Chie menjawab dirinya berasal dari Tokyo dan dia tahu masakan itu dari TV. Padahal Chie tahunya dari cerita Taro.


Setelah makan, Chie meminum obatnya. Dia melamun sambil menatap laut. Tiba-tiba dia mendengar suara samisen. Chie tertarik untuk mencari arah suara itu dan ternyata si pemilik restoran yang sedang memainkannya. Chie mendekat dan si pemilik bertanya dengan ramah apakah Chie bisa memainkannya? Chie mengiyakan tapi tak terlalu mahir. 


Chie kaget saat melihat Taro menyusulnya. Mereka berbasa-basi sambil memandang laut lepas. Taro mengajak Chie pulang bersamanya tapi Chie hanya diam dan berjalan menjauh. Chie melarang ketika Taro ingin mendekatinya. Chie sangaja berbalik dan membuka kancing bajunya, dia menghadap Taro sambil menunjukkan dada kirinya yang kini sudah rata. Taro tidak mampu berkata dan hanya bisa menahan tangis.

Chie berusaha tegar dan mengancingkan kembali bajunya. Chie mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja. Taro berusaha mendekatinya tapi Chie melarangnya. Chie sengaja membuat dirinya tampak buruk dengan mengatakan bahwa dia bersalah karena menyembunyikan kebenaran dari Taro. 


Taro kembali mendekat dan berusaha menyakinkan dengan memegang bahu Chie, bahwa tidak ada yang berubah dalam diri Chie karena Taro mencintai Chie apa adanya. Chie ragu dan mengatakan kalau semua bisa saja berubah. Taro meyakinkan bahwa dirinya tak akan berubah taapi Chie tidak seyakin Taro.


Taro berusaha memeluk Chie tapi Chie bersikeras melawan karena dia tidak ingin Taro menyesali keputusannya. Taro tidak perduli dan terus memeluk dan Chie akhirnya menyerah, dia balas memeluk Taro. Mereka menangis bersama. Mereka saling berjanji bahwa tidak akan berubah apapun yang terjadi.


Kini Chie kembali bermain samisen untuk menghibur tamu restoran. Senyum manis mengembang diwajahnya karena ada perasaan lega dan bahagia, Taro berjanji akan bersamanya apapun yang terjadi. Mereka saling bertukar senyum seolah ingin menandai sebagai awal yang baru bagi kehidupan mereka.


Chie mengunjungi salah satu sahabatnya, Hanako yang memiliki salon kuku. Chie berniat memperindah kukunya. Hanako iri melihat wig yang dikenakan Chie karena dia juga ingin memilikinya. Tiba-tiba Chie melepas wignya dan memberikan pada Hanako dengan alasan kini rambutnya sudah mulai tumbuh. Mereka saling bertukar cerita dan Chie janji akan memperkenalkan Taro padanya. 


Chie menjalani hari-harinya bersama Taro dengan bahagia, kadang Taro suka menggodanya. Seperti hari itu, Chie sedang belanja dan tak mengetahui kalau Taro berjalan dibelakangnya. Taro sengaja berjalan cepat dan menabraknya sambil minta maaf. Chie kaget dan minta maaf tapi senyum langsung menghiasi wajahnya setelah tahu bahwa Taro sengaja menggodanya.


Hidup Chie terasa indah dan dia seolah sudah melupakan penyakitnya tapi takdir berkata lain. Penyakit yang dikira sudah sembuh ternyata kini kambuh lagi. Taro berkenalan dan bibinya Chie saat menemani Chie untuk perawatan bersama ayah. 


Chie harus menjalani perawatan sendiri. Bibi dan ayah menunggui Chie di rumah sakit dan Taro berangkat kerja. Perawat tak tega melihat ekspresi kesakitan di wajah Chie tapi Chie memastikan bahwa dirinya baik-baik saja.


Di kantor, Taro ingin minta izin tapi bos malah memintanya untuk lembur karena pekerjaannya harus selesai hari ini juga. Taro tak bisa berbuat banyak selain menurut. Taro menghubungi Chie dan minta maaf karena tak bisa menemani Chie, hatinya kian sedih saat Chie mengeluh bahwa dirinya sangat takut, sedih dan menangis. Taro berusaha menghiburnya.


Taro menemui kedua orangtuanya dan menceritakan tentang Chie. Ayah menentang hubungan mereka dengan alasan bahwa suatu saat Taro pasti akan lelah dengan situasinya. Taro bersikeras tidak akan menyerah atau berubah pikiran karena dirinya ingin terus bersama Chie. Ayah kesal dan meninggalkan putranya.


Taro membawa tas berisi pakaian dan minta izin pada ayah dan bibinya Chie untuk bisa tinggal di RS menemani Chie. Semula mereka keberatan, ayah berdalih bisa menemani putrinya seharian. Bibi juga melarang karena tinggal di rumah sakit itu tak nyaman tapi Taro meyakinkan bahwa dirinya akan baik-baik saja.


Malam itu, untuk pertama kalinya Taro tinggal dan menemani Chie di rumah sakit. Dengan nada bergurau taro mengatakan bahwa tidur di lantai sangat tidak nyaman tapi dirinya akan baik-baik saja. Chie merasa tak enak dan mengulurkan tangan, Taro menyambutnya. Chie berjanji bahwa dirinya akan melawan penyakitnya. Taro tersenyum dan meralat, mereka akan bersama melawan penyakit Chie.


Sejak itu Taro dan Chie berusaha saling menyesuaikan diri tinggal di kamar RS seperti layaknya di apartemen. Chie terhibur saat para sahabatnya datang dan iri dengan kesetiaan Taro pada Chie. Tapi itu semua hanya indah dalam pandangan saja karena kondisi Chie kian memburuk. Ayah tak tega melihat putrinya yang kesakitan tapi tak bisa berbuat apapun untuk membantunya.


Dokter mengajak ayah, bibi dan Taro untuk membahas kondisi Chie. Dokter menjelaskan bahwa kanker Chie kini telah menyerang tulangnya dan kemo tidak akan membantu begitu juga dengan operasi. Dokter memperkirakan bahwa umur Chie tidak lebih dari sebulan saja karena mereka tidak bisa melakukan apapun untuk menyembuhkan Chie.


Di dalam mobil, bibi meluapkan kesedihannya dengan menangis tersedu sedangkan ayah dan Taro hanya bisa diam mematung. Ayah minta pada bibi dan Taro agar masalah itu tidak diceritakan pada Chie. Ayah dan bibi menemui Chie dan mengatakan kalau dirinya berhenti ikut kemo. Bibi mencoba membujuk Chie ingin dibelikan apa. Chie minta dibelikan es krim. Bibi langsung pamit untuk membelinya. 


Chie bertanya pada ayah tentang hasil pertemuannya dengan dokter, Chie menebak bahwa dokter mengatakan bahwa usianya tinggal setahun tapi ayah membantahnya. Ayah meminta Chie tetap menjalani pengobatan dan sembuh. Ayah tidak ingin Chie berpikir macam-macam.


Taro masuk dan berniat mengambil baju ganti. Chie memanggil dan meminta Taro untuk tidak selalu menemaninya. Taro terpaksa menurut dan malam itu Taro menyusuri malam sambil bersepeda. Tiba-tiba dia melihat Chie mendahului laju sepedanya sambil tersenyum senang. Taro berusaha mengejar tapi akhirnya dia malah menangis ketika melihat Chie terus melaju sambil membentuk huruf v dengan kedua jarinya.

Taro datang dan Chie langsung terbangun ketika Taro menyapanya. Taro membantu Chie membersihkan kamar. Chie merasa tidak enak saat Taro mengatakan kalau dirinya cuti lagi dengan alasan ingin berlibur. Tiba-tiba Taro memberinya bantal berwarna merah muda dan Chie tampak senang. 


Chie menatap Taro yang sedang membersihkan kamar seraya menguatkan hati, dia meminta agar Taro tidak terlalu sering minta cuti hanya untuk merawat dirinya karena dia tak ingin Taro kehilangan pekerjaan gara-gara dirinya. Taro hanya tersenyum mengangguk.


Taro pulang kerja dan Chie menunjukkan bahwa koyo penghilang rasa sakit di lengannya sangat manjur. Ayah Chie hanya memandangi ekspresi putrinya dengan tatapan sedih. Ayah curhat pada Taro kalau koyo itu mengandung narkotik sehingga Chie tidak merasa sakit dan selalu bahagia. Taro hanya bisa terdiam dan tidak tahu harus berbuat apa saat ayah memintanya untuk tak menceritakan hal itu pada Chie.


Taro bersiap untuk berangkat kerja, dia mengeluh mengapa ayah agak telat hari ini. Chie mengatakan kalau ayah ingin mampir ke makam ibunya. Chie mengeluh kalau dia kangen pada ibunya tapi Taro tak mengatakan apapun. Taro siap berangkat dan pamit pada Chie. Mereka hendak berciuman tapi gagal karena dokter muncul dan Chie menjadi salah tingkah. Tiba-tiba Chie minta sesuatu pada dokter.


Chie minta izin kepada dokter untuk mengunjungi makam ibunya bersama Taro, ayah dan bibinya. Mereka mampir ke rumah dan ayah memperlihatkan video saat Chie masih kecil dan gemuk. Chie tampak malu sekaligus senang melihat dirinya saat masih kecil. Ketika Chie dan Taro asyik nonton, ayah malah pergi dengan alasan ingin merokok. Ternyata ayah menyendiri di tepi pantai dengan ditemani anjing putih kesayangannya.


Malamnya, Chie tidur disisi ayahnya. Chie melirik ayah yang tidur membelakanginya. Tanpa ragu Chie minta maaf pada ayah dan membuat ayah heran dan berbalik. Chie minta maaf karena dia terkena penyakit kanker, sama seperti ibunya. Ayah mencoba menghibur putrinya dan mengatakan kalau kondisi Chie sekarang jauh lebih baik. Ayah bertanya apa keinginan Chie selanjutnya dan Chie ingin pergi berlibur bersama ayahnya. Ayah pura-pura tidur tapi kembali menatap putrinya dengan tatapan sedih.


Chie pergi bersama keempat sahabatnya, mereka makan sambil ngobrol. Sedangkan Taro menunggu di kamar RS bersama ayah. Ayah menawarinya kue dan Taro merasa terharu karena hari itu adalah ulangtahunnya. Ayah menyindir kalau putrinya sengaja meninggalkan Taro dan memilih bersenang-senang bersama temannya. 


Taro tidak keberatan dan berharap Chie menikmati kebersamaannya dengan temannya. Ayah menemani Taro makan kue tapi setelah satu suapan, tiba-tiba ayah menangis sambil mengatakan terima kasih pada Taro, hal itu membuat Taro terkejut. Ayah menguatkan hati dan sekali lagi mengatakan terima kasih dengan suara yang lebih keras. Ayah menghabiskan kuenya sambil mengusap airmata.


Malamnya, Chie baru mengucapkan selamat ulang tahun pada Taro yang kini sedang memeluknya. Taro bertanya bagaimana dengan acara Chie tadi? Chie mengatakan kalau dirinya sangat senang dan ingin mengulanginya lagi kapan-kapan. Taro memandangi Chie dan bertanya apakah Chie punya rencan bila mereka ada kesempatan untuk berlibur? Chie ingin berjalan menyusuri sungai bersama seekor anjing. Taro menyarankan agar mereka memelihara anjing sebanyak yang mereka mampu dan mereka tertawa.


Taro terbangun saat melihat Chie tidak bergerak dan ketika dia mendekat, dia melihat jari Chie mulai bergerak. Ada perasaan lega di hati Taro dan dia menunggu sambil mengamati Chie. Chie membuka mata dan tersenyum menoleh ke arah Taro sambil mengatakan, "Aku hidup!". Taro tersenyum sambil membelai rambut Chie dengan sayang. 


Taro bergegas merapikan perlengkapan tidur sementara Chie hanya diam melamun. Chie duduk sambil kembali mengatakan "Selamat Pagi!" Taro heran tapi tetap membalasnya. Chie menoleh ke arah jendela yang membiaskan sinar mentari pagi. Taro tidak tahu harus mengatakan apa ketika Chie mengatakan "Hidup itu mengagumkan!".


Saat pulang kerja, Taro heran saat mendapati beberapa orang ada di kamar Chie sambil mewawancarai dan merekam Chie. Reporter itu mengangguk ke arah Taro dan bertanya pada Chie. Chie ingin tetap dilanjutkan dan Chie menceritakan awal dirinya tahu tentang penyakitnya. Taro tampak tidak suka melihat apa yang dilakukan Chie.


Setelah mereka pergi, Taro bertanya apa yang terjadi. Chie mengatakan kalau dia sengaja meminta Satomi, salah satu sahabatnya untuk mencari stasiun tv yang mau menyiarkan penyakit dan kondisinya. Taro tampak tidak suka karena orang akan tahu kondisi Chie tapi Chie beralasan bahwa seandainya dia ke dokter lebih awal, dia pasti tidak akan mengalami kondisi yang dialaminya sekarang. 


Chie ingin berbagi informasi karena masih jarang informasi tentang kanker payudara padahal setiap wanita harus tahu. Chie juga ingin mengajak para penderita kanker yang lain ikut berjuang melawan penyakitnya seperti yang dia lakukan. Taro masih sulit menerima ide Chie karena menganggap dunia luar tidak sebaik dongeng, banyak orang jahat yang akan memanfaatkan dan menyakiti Chie. Taro bersikeras untuk menolak ide Chie. Taro tak melihat wajah Chie yang sedih dan murung.


Taro berdiskusi dengan ayah dan bibi Chie. Ayah sependapat dengan Taro tapi bibi merasa bahwa Chie sudah tahu kalau waktunya tidak lama lagi. Akhirnya Taro mengizinkan Chie meneruskan niatnya dengan beberapa syarat dan Chie tampak senang dan berterimakasih. Taro bahkan bersedia merekam kegiatan Chie. Kadang justru Chie yang merekam keluarga dan teman-teman yang datang mengunjunginya.


Batuk Chie kian parah tapi dia bersikeras agar Taro tetap merekamnya, Taro menguatkan hati tapi pada akhirnya dia mematikan videonya dan mengelus punggung Chie seolah ingin memberikan kekuatan. 


Taro bertemu dengan Hanako, salah satu sahabat Chie. Taro mengutarakan niatnya ingin membantu Chie berfoto dengan gaun pengantin. Hanako terharu dan mengatakan terima kasih karena salah satu impian Chie adalah mengenakan gaun pengantin. Taro tersenyum karena Hanako bersedia membantunya.


Malamnya, Taro menceritakan niatnya bahwa besok dia ingin mengajak Chie berfoto dengan gaun pengantin. Chie menangis tapi menolaknya karena tidak ingin membebaninya tapi Taro mengatakan bahwa Chie tidak perlu pusing dengan tanggapan orang. Chie balik bertanya untuk memastikan bahwa mereka mengenakan gaun pengantin hanya untuk keperluan foto saja atau ada hal lain? 


Taro tak kuasa menahan tangisnya saat mendengar pertanyaan itu. Chie menangis sambil mengakui kalau dirinya sangat takut dengan apa yang akan terjadi. Taro memeluk Chie dan mereka menangis bersama. Taro juga sedih dan takut tapi dia memaksakan diri untuk kuat dan tabah.


Taro membulatkan tekad untuk menikahi Chie. Malam itu hujan cukup deras tapi Taro berlari mencari toko perhiasan tempat Chie melihat cincin yang sempat diinginkannya dulu (ketika awal kencan mereka). Sayangnya cincin itu sudah tak ada lagi. Taro tampak kecewa dan dia berusaha mencari toko yang lain, dia tak perduli dengan hujan yang deras.


Ketika Taro sedang berjuang mendapatkan cincin, Chie juga berjuang melawan penyakitnya. Batuknya kambuh dan kian parah. Suster jaga menelepon dokter karena obat penghilang sakitnya tidak membantu. Dokter datang dan menenangkan Chie yang terus memanggil Taro.


Taro pulang dengan tubuh yang basah kuyup dan mendapati Chie yang terbaring lemah. Chie menyadari kehadirannya dan dia senang Taro telah kembali. Chie mengulurkan tangan. Taro mengenggam tangannya dan Chie menerawang sambil bertanya apakah dirinya masih hidup. Taro meyakinkan bahwa Chie masih hidup kemudian Chie memejamkan matanya.


Paginya, mereka berangkat menuju gereja. Taro dan Chie duduk di bagian tengah mobil sementara ayah yang menyetir dengan dipandu oleh Hanako. Chie minta ayahnya agar membuka atap sehingga angin segar bisa masuk. Chie mencoba duduk dengan lebih nyaman sambil bergumam. Taro menghibur Chie dengan cara mengusap tangannya.


Mereka tiba di gereja. Bibi dan sahabat Chie yang lain menyambut dan membantu Chie untuk bersiap. Mereka tampak puas dan senang melihat Chie yang cantik dalam balutan gaun pengantin yang mewah. Taro juga senang melihat senyum ceria mengembang di bibir Chie. Mereka semua berfoto di tangga gereja. 


Chie tidak bisa menutupi kegembiraannya dan merasa kalau dirinya telah sembuh. Chie berterimakasih pada semuanya. Para sahabat Chie menyindir agar Chie tidak menangis dulu karena semua belum usai. Tiba-tiba muncul orangtua Taro dan mereka memberi hormat pada ayah dan bibi Chie. Taro tampak kaget tapi sekaligus senang melihat orangtuanya datang untuk merestui pilihan hatinya.


Mereka akhirnya menikah secara resmi. Chie tak bisa menyembunyikan rasa kaget dan bahagianya ketika melihat cincin yang disematkan Taro dijarinya karena cincin itu adalah cincin idamannya. Taro tersenyum senang melihat Chie yang menangis bahagia. Para tamu undang tak mampu menyembunyikan tangisnya saat prosesi itu diakhiri dengan Taro dan Chie yang berciuman. 


Malamnya, Chie mengatakan kalau hari ini sangat luar biasa dan dia sangat berterimakasih pada Taro, suaminya. Taro bertanya apakah Chie tidak capek tapi Chie mengatakan kalau dirinya sangat bersemangat. Chie memandangi cincin di jarinya dan dia bertanya apakah Taro ingin saat pertama kali mereka bertemu tapi saat menoleh, ternyata Taro sudah tertidur.


Ayah, bibi dan Taro berkumpul di kamar. Taro dan bibi mengenggam tangan Chie sedangkan ayah hanya bisa berdiri sambil berharap keajaiban. Dokter berdiri agak jauh. Tangan Chie yang digenggam Taro bereaksi sebentar dan kemudian Chie pergi untuk selamanya. Dokter memeriksa untuk memastikan kondisi Chie. Taro histeris mengetahui Chie kini telah pergi untuk selamanya.


Taro mampir ke rumah ayah untuk menemaninya sejenak sekaligus memberi penghormatan pada Chie yang kini telah tiada. Taro yakin kini Chie telah bahagia bersama ibunya karena tak merasakan sakit lagi.


Hari terus berganti dan kini Taro kembali ke apartemennya dan mulai bekerja. Seorang pegawai dari stasiun tv mencari Taro di kantornya dan menyerahkan sebuah kaset yang sengaja tak dipublikasikan. Dia mengatakan bahwa Chie berpesan agar memberikan kaset itu pada Taro setelah dirinya meninggal. Taro tak kuasa menahan airmatanya ketika menonton video terakhir Chie. 


Taro menjalani aktivitasnya seperti biasa tapi kadang dia mendengar suara seorang wanita yang mengatakan "Maaf, Saya terlambat!". Untuk sesaat Taro tertegun karena itu saat dia pertama melihat Chie tapi kemudian Taro hanya bisa tersenyum mengingat kenangan manis itu.

Adegan favoritku :


Aku sangat terkesan dengan reaksi Taro ketika Chie menunjukkan bagian tubuhnya yang telah hilang, tak ada tatapan jijik atau takut. Yang ada justru tatapan terharu dan Taro mengatakan bahwa tak ada yang berubah, cintanya pada Chie tidak berkurang karena dia mencintai Chie apa adanya. 

Scene itu benar-benar membuatku iri, siapa sih yang tidak mau dicintai apa adanya? Bukan dicintai adanya apa! Kurasa itulah artinya cinta sejati, mau menerima kekurangan pasangannya dan berusaha untuk saling melengkapi tanpa pamrih.

Hikmah yang bisa diambil dari film ini :

Cinta yang tulus akan mampu melalui suka dan duka tanpa ada rasa penyesalan, tidak ragu untuk memberikan yang terbaik bagi seseorang yang dicintai tanpa pamrih. Sikap itulah yang ditunjukkan Taro pada Chie, Taro tak mundur walaupun Chie sudah berusaha bersikap realis dan pasrah menerima keadaannya tapi Taro malah mengulurkan tangan dan tanpa ragu bersedia menemani Chie apapun yang terjadi. 

Kupikir sulit mencari seseorang seperti Taro karena yang sering terjadi adalah rasa egois dan cemburu yang berlebihan terhadap pasangan dan pria cenderung membenarkan tindakannya. Misalnya melakukan penganiayaan dengan alasan atas nama cinta. Padahal cinta bukan untuk menyakiti tapi memahami dan melindungi.

Komentarku :

Beberapa kali nonton film ini tapi aku masih saja meneteskan airmata mungkin karena film ini dibuat berdasarkan kisah nyata jadi aku ikut hanyut dalam alur ceritanya. 

Scene yang membuatku sedih adalah ketika Chie penasaran dengan tubuhnya yang baru dioperasi. Chie bercermin dan memberanikan membuka bajunya tapi dia langsung shock dan menangis ketika menyadari ada bagian tubuhnya yang telah hilang. Bagi wanita, payudara adalah simbol kewanitaannya dan tanpa itu rasanya tak lengkap menjadi seorang wanita.

Aku bisa mengerti mengapa Chie ingin mendokumentasikan perjuangannya melawan penyakit kankernya, dia ingin memberikan peringatan dini pada setiap wanita agar waspada terhadap sekecil apapun perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri karena wanita cenderung mengabaikan gejala awal suatu penyakit tanpa berusaha untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Film ini tidak menyuguhkan suatu keajaiban tapi menggambarkan sesuatu secara wajar dan kerap dialami seorang penderita kanker juga dampaknya bagi keluarga, kerabat dan teman. Chie yang semula menutup diri dan menjauhi Taro, akhirnya mulai bisa menerima kenyataan berkat dukungan orang-orang yang mencintainya. 

Walaupun kecil kemungkinannya untuk sembuh tapi Chie tetap berjuang dan puncaknya Taro memberinya hadiah terindah yaitu menikahinya dengan mengenakan gaun pengantin dan memberinya cincin yang sangat diidamkan. Kebahagiaan itulah yang membuat Chie senang dan pada akhirnya meninggal dalam tidur panjangnya.


Perjalanan hidup Chie memang telah berhenti tapi roda kehidupan manusia harus tetap berjalan begitu pula yang dialami oleh Taro. Kesedihan dan tangisan harus berganti dengan semangat untuk menatap masa depan. Taro mulai kembali pada ritme kehidupan sebelumnya. 

Pulang ke apartemennya dan bekerja seperti biasa tapi kadang Taro masih teringat pada Chie ketika mendengar suara wanita yang berseru, "Maaf Saya terlambat!" karena itulah saat pertama kali Taro bertemu dengan Chie.


Review Film Menarik Lainnya

0 comments:

Post a Comment